Pada Tanah Kelahiran
pada suatu waktu yang entah
aku akan pergi menghapus segala
jejak kaki di tubuhmu
ijinkan aku menempuh ribuan kilo
jauh dari pandangmu
ijinkan aku menjadi lelaki
ijinkan aku tepati janji
ijinkan mencoba peruntungan dari
beberapa kemungkinan
dan ijinkan aku mengingatmu
dalam kenang
karena kelak jika sudah sampai
waktu
aku akan kembali lagi ke
pelukanmu
membawa nyala api atau ditikam
sepi berkali-kali
Padang, 6 Mei 2011
Nostalgia Ramadhan
Tidurlah.
Besok sehabis Shubuh
kita bakar petasan
di samping orang pacaran
Pariaman, 1 Agustus 2011
Besok sehabis Shubuh
kita bakar petasan
di samping orang pacaran
Pariaman, 1 Agustus 2011
Aku Ingin Tua Bersamamu
: Rahma Welly
Aku ingin tua bersamamu
menghabiskan waktu dalam rentang
umur yang beruban
Berpetak umpet di keriput
kulitmu
Bernostalgia ciuman pertama di
bibirmu yang sudah kemarau
Berkaca pada matamu yang masih
menyimpan masa lalu.
Aku ingin tua bersamamu
Menikmati early reggae
atau soul di beranda
sambil memandangi kepulangan
burung-burung dalam formasi menuju sarang
atau menikmati sunset,
sunset yang selalu
membuatmu kagum atau gemetar.
Karena kau pikir masa depan tak
pernah datang.
Aku ingin tua bersamamu
berdua kita tertawai masa
sekarang.
Dan saat itu barangkali kita
sudah pikun
tak terlalu ingat kapan pertama
kali pandang kita bertemu.
Aku ingin tua bersamamu
masihkah kau ingin main ayunan
di jenggotku?
Padang, 1 Juli 2011
Permintaan
nyamuk tidurlah
masih ada malam lain
bagimu mencoba peruntungan
menghisap darah
malam ini jangan
aku sudah terlalu lelah
dihisap
seharian
Padang, 22 Juni 2011
masih ada malam lain
bagimu mencoba peruntungan
menghisap darah
malam ini jangan
aku sudah terlalu lelah
dihisap
seharian
Padang, 22 Juni 2011
Jadi Cleopatra Semalam
Malam ini bulan ketakutan
bersembunyi di balik bangunan
hotel bintang lima.
Kita di dalamnya
menikmati semangkuk kencan
setelah seribu panah rayuan kau
lepaskan ke dadaku
usai makan malam.
Cleopatra-lah aku seketika
pasca mahkota janji-janji surga
kau letakkan di atas kepala.
Bangga atau mungkin juga tak
sengaja
kau sempat bisikan
bahwa kita bisa berpesta berkat
hasil penggelapan dana.
Tak ada yang merasa kehilangan
sebab fakta seketika dialihkan
isu yang lebih menarik untuk disimak.
Melebihi candu sinetron rumah
tangga dengan cerita membosankan penuh peran antagonis.
Kita pun lalu sama-sama tertawa
atas kemenangan.
Atas kepecundangan.
Serupa aku yang menertawai nasib
sendiri
karena nikmat materi berlimpah
begini
belum tentu kutemukan esok hari.
Jadi, kucumbui saja kemewahan
ini sampai pagi
sampai gelas tak mau lagi
dituangi vodka
sampai tubuh tak sanggup lagi
dipacu
dan napas kita yang memburu
sama-sama membisu berhimpitan.
Bulan gigil yang ketakuan
semalam sudah digusur garangnya matahari.
Kita berpisah di depan sebuah
gang
setelah perempatan.
Barangkali kau langsung menuju
pelukan anak istri yang setia menanti
kepulanganmu dari rapat luar
kota.
Dan aku juga kembali pada
kenyataan kontrakan 4x4 meter
dengan beberapa lembar uang
ratusan
untuk menghapus semua bekas
ciuman dan biaya perawatan badan.
Padang, 12 Januari 2011
Post a Comment