Rindu dan Waktu
Aku mengenalmu, mengenal isyarat matamu, mengenal
bahasa bibirmu, mengenal gerak-gerik tubuhmu, sama seperti kau mengenal aku,
tapi kita tidak mengenal waktu, dan rindu, barangkali ia sedang berlarian
seperti jarum jam di dinding itu, mematuk usia pertemuan kita, kemudian
membenamkannya ke dalam ingatan yang garang.
Tahukah kau
kekasih? Rindu adalah kau yang sedang tertidur, rindu adalah kau yang sedang
mengigau dan tiba-tiba memeluku, rindu adalah ketika di luar hujan dan sembari
merasai gigil berkali-kali kau beri aku bibir, rindu adalah aku yang begitu
khusyu menghisap kecantikanmu, dan waktu, waktu adalah duka, waktu adalah yang
tiba-tiba tiada, kemudian air mata.
Begitulah
selalu, aku bicara pada sepi seolah-olah kau di sini, kekasih.
Reski
Kuantan; 30/07/2012
Dengar,
Bung!
Kami,
bukan
pabrik!
kepala, dada
dan perut
dan bagian
mana pun dari tubuh kami,
bukan mesin,
ingat!
Reski
Kuantan;01/05/2012
Aku Tulis
Sajak Ini Ketika Sendiri
Aku duduk
menghadap kota, lampu-lampu dan kanak-kanak entah mana yang binar matanya,
antara kenangan dan impian, yang aku mengerti begitulah detik, dan derik
ingatan, jalan-jalan, bangku taman, pemberhentian angkutan, hujan, serta
daun-daun yang berguguran adalah musim yang tak bisa ditebak, begitu juga usia,
aku menyebutnya luka, yang gemetar tiap kusentuh, kemudian perih dan ngilu.
Aku pernah
ingin seperti bunga kapas yang ditiup angin dan lepas, bebas berterbangan ke
dalam diriku sendiri: Seorang dari diriku membunuh diriku yang lain, seorang
dari diriku lagi mebunuh seorang dari diriku yang lain lagi, dan yang lainnya
lagi sibuk merenung dan bermimpi. Diriku adalah tumpukan-tumpukan dari diriku
yang saling membunuh dan mati dan ingatan dan mimpi-mimpi.
Aku duduk menghadap
tembok-tembok pemisahan dan gedung-gedung kesenjangan sembari kuukur tangaku
dan kusetubuhi diriku sendiri, aku dan diriku-diriku yang lain lagi, kami
saling tuduh dan tindih, dan seperti kata-kata yang jatuh dari tong sampah ke
tong sampah, keringat kami menjadi puisi, menjadi keluh dan desah, menjadi
polusi yang berhamburan ke udara, kemudian kami hirup dengan seksama.
Dengar! Ini
kota penyair, kotanya para pemikir dan nyinyir berpesta, saling bersulang dan
melempar dusta, kau siapa?
Reski
Kuantan; 07/05/2012
Negeri di
Dalam Tabung Kaca
Aku melihat
penghianatan dan pembodohan massa
kau
menyebutnya: Indonesia
Reski
Kuantan; 23/04/2012
Sajak Kecil
Untuk Af
:Afrilia
Utami
Aku tulis
sajak ini sembari dadaku dipenuhi haru ketika di luar hujan, dan hujan menimpa
apa saja. Kau ingat? Kita senang bermain hujan, hujan yang menyentuh kepalaku
dan rambutmu yang kian panjang, basah terurai meneteskan makna-makna, selalu
inginku sentuh, seperti perempuan menyentuh dada lelaki, seperti waktu
menyentuh janji.
Aku bacakan
sajak ini pada malam sembari ceruk mata kian tergenang, ketika berisik hujan
berangsur tenang, dan suara sepi serak menggetarkan ingatan. Tak banyak kata,
hanya hamparan doa dan harapan yang selalu menemui jalanya sendiri, seperti
kalimat menemui puisi, seperti usia menemui hari.
Aku lipat
sajak ini sembari kuserahkan diriku pada pemiliknya kembali, ketika hujan telah
reda dan kita yang semoga semakin dewasa dan kau senantiasa baik-baik saja.
Post a Comment